Psikolog dan Psikiater: profesi yang beda walaupun mirip

Psikolog dan psikiater, mungkin salah satunya karena faktor namanya yang mirip, banyak orang di luar psikologi—orang yang tidak mempelajari ilmu psikologi—yang menganggap kedua titel profesi tersebut (psikolog dan psikiater) sama. Padahal perbedaannya cukup besar, jika tidak mau dibilang benar-benar beda. Berikut penjelasan (agak) singkat mengenai psikolog dan psikiater, dan perbedaan antara keduanya.

Note: Uraian berikut adalah penjelasan untuk para calon mahasiswa yang lagi bingung mo pilih psikologi atau psikiatri.

1. Psikolog
Apa Itu Psikolog. Psikolog adalah titel atau gelar S2 bidang profesi psikologi. Seseorang bisa mendapatkan gelar “…, Psi.” di belakang namanya kalau kuliah S1 dan S2-nya sama-sama di psikologi. Oleh karena itu, orang yang kuliah S1-nya di fakultas psikologi (sekedar informasi, fakultas psikologi di Indonesia untuk S1 tidak ada penjurusan), kalau ingin menjadi psikolog, harus meneruskan S2 di bidang profesi psikologi. Sebab, jika ia meneruskan di bidang sains psikologi, maka gelarnya nanti adalah “…, Msi.” atau magister sains.
Sama halnya jika seseorang yang kuliah S1-nya non-psikologi, namun ingin meneruskan kuliah S2 di bidang psikologi. Orang tersebut mau-tak-mau harus mengambil bidang sains psikologi, sebab bidang profesi psikologi hanya diperuntukkan kepada lulusan S1 psikologi. Oleh karena itu, orang seperti ini bergelar “…, Msi.”, bukan “…, Psi.”

Apa Yang Bisa Dilakukan Psikolog. Seorang psikolog, atau lulusan S2 profesi psikologi, nantinya bisa mendapatkan izin praktek psikologi yang bisa digunakan untuk membuka biro konsultasi sendiri, ataupun bergabung menjadi tenaga konsultan psikologi di biro orang lain. Seorang psikolog juga punya hak untuk ‘memegang’ alat tes psikologi. ‘Memegang’ di sini maksudnya menyimpan, menggunakan dan mengoprasikan, juga menginterpretasikan hasil tes kliennya. Jadi, psikolog juga bisa disebut praktisi psikologi.

Hak ‘memegang’ alat tes psikologi ini hanya dipegang oleh psikolog, dan bukan magister sains psikologi. Namun, sebagai informasi tambahan, magister (sains) psikologi dapat mengembangkan teori psikologi yang sudah ada, dan bisa bekerja sebagai dosen di fakultas psikologi. Oleh karena itu, magister psikologi bisa juga disebut ilmuwan psikologi.

Siapa saja calon mahasiswa yang bisa masuk fakultas psikologi? Semua lulusan SMA/sederajat (SMK, SMIP, MA, dll) dari jurusan manapun (IPA, IPS, Bahasa, atau yang lain) yang berminat belajar psikologi.

Note: tidak semua perguruan tinggi membuka program studi psikologi untuk lulusan IPS, yang berarti semua lulusan SMA/sederajat dari jurusan apapun bisa masuk. Ada perguruan tinggi yang hanya membuka untuk lulusan dari jurusan IPA.

2. Psikiater
Nah, kalo tentang psikiater, saya akan jabarkan mengenai yang saya tau saja, soalnya, bukan bidang saya.

Apa Itu Psikiater. Pertama-tama, yang perlu pembaca ketahui, psikiater adalah dokter yang mempelajari ilmu jiwa. Maksudnya, gelar utamanya dokter, tapi dia mengkhususkan diri untuk ‘mengurusi’ kejiwaan manusia. Biasanya, psikiater adalah dokter (S1) yang meneruskan pendidikannya di bidang psikiatri (S2). Oleh karena itu, seorang psikiater mempunyai gelar “dr. …”, dan biasanya di tulis (di papan nama): (atas) dr. A ,(bawah) Psikiater. Makanya, psikiater juga bisa disebut dokter jiwa.

Apa Yang Bisa Dilakukan Psikiater. Seorang psikiater, karena gelarnya adalah “dokter”, maka orang yang datang untuk ‘berobat’ disebut pasien. Oleh karena itu, psikiater mengobati pasiennya, yang punya masalah kejiwaan, dengan memberikan obat. Kenapa? Karena beberapa penyakit jiwa bisa jadi disebabkan oleh keadaan tubuh yang sedang tidak sehat, atau ada yang bisa disembuhkan atau dikurangi dengan mengobati organ tubuh yang berhubungan dengan gejala kejiwaan yang sedang diderita.

Siapa saja yang calon mahasiswa yang bisa jadi psikiater? Yang pasti sih, dari jurusan IPA. Soalnya, untuk jadi psikiater (S2)  itu harus belajar kedokteran dulu di S1. Namanya juga “dokter jiwa” ! 😉

 

3. Perbedaan Psikolog Dan Psikiater

Dari segi latar pendidikan. Psikolog adalah lulusan S2 dari program profesi fakultas psikologi, yang juga merupakan lulusan S1 psikologi (gelar S1 psikologi: “…, S.Psi.”). Mahasiswa S1 psikologi adalah lulusan SMA/sederajat dari jurusan IPA, IPS, Bahasa, dan lain-lain.

Sedangkan, psikiater adalah lulusan S2 psikiatri yang merupakan lulusan S1 kedokteran. Kedokteran, selama ini diketahui dapat dimasuki oleh lulusan SMA/sederajat dari jurusan IPA.

Dari segi tugas yang dijalankan. Psikolog menyebut orang yang datang minta bantuannya soal kejiwaan dengan sebutan “klien”. Klien seorang psikolog adalah orang yang sehat jiwanya, atau tidak mengalami gangguan kejiwaan. Oleh karena itu, psikolog membantu kliennya dengan mengadakan konsultasi dan, kalau diperlukan, terapi, untuk menyelesaikan masalah kliennya. Psikolog biasanya bertugas untuk membantu kliennya menemukan apa bakat dan minatnya, lalu bidang pekerjaan atau ilmu apa yang cocok untuknya, dan membantu mencari solusi masalah lainnya. Jadi, psikolog tidak akan memberikan obat pada kliennya. Istilahnya, psikolog itu ‘menyembuhkan dengan kata-kata’. Jika ternyata masalah kliennya lebih berat dan membutuhkan pertolongan obat-obatan, maka psikolog ‘mengoper’-nya, atau minta bantuan, ke psikiater (lihat bahasan tentang psikiater di atas).

Sedangkan, psikiater membantu orang yang mempunyai gangguan kejiwaan, sekecil apapun itu, yang membutuhkan pertolongan obat-obatan untuk mengurangi efek negatifnya. Misalnya, orang yang insomnia (penyakit susah tidur), jika ia berobat ke psikiater, selain diberi nasihat (cara penyelesaian masalah), juga akan diberi obat untuk membantunya mudah tidur. Karena orang yang berobat atau konsultasi ke psikiater biasanya punya gangguan kejiwaan, bukan berarti mereka gila atau sakit jiwa. Jadi, pembaca yang akan konsultasi atau berobat ke psikiater, gak usah takut apakah dirinya sakit jiwa atau dianggap demikian oleh orang lain!

Links

Berikut ini situs-situs yang membahas tentang psikolog, psikiater, dan/atau psikologi:

> Psikologi Medis, Apa Itu? [Kompas. Com]

> Mengapa Takut ke Psikiater [Harian Online Kabar Indonesia]

> Natalia’s Site – Menjawab: Apa bedanya Psikiater dan Psikolog? Serius neehhh [Salah satu pengguna multiply.com]

Nah, seperti itulah (kira-kira) perbedaan antara psikolog dan psikiater. Informasi lanjutan, ralat ataupun tambahan tentang Psikolog dan Psikiater bisa pembaca simak di kolom komentar posting ini. Mudah-mudahan bermanfaat… 🙂

37 pemikiran pada “Psikolog dan Psikiater: profesi yang beda walaupun mirip

  1. Kenapa di bethesda ada tiga klinik yang disebut… klinik kejiwaan, klinik psikologi dan klinik psikiatri

    saya sudah tahu perbedaan psikologi dan psikiatri tapi sekarang… kejiwaan…

    terus apa yang berbeda dari 3 hal tersebut. Thank You

    • wallpaper yg mana tik? blogku kan gak pake wallpaper,jadi gimana bisa gak jelas?

      atau maksud kamu situs yg ada di daftar link itu ya? itu sih,bukan punya aku. Itu situs punya orang yg kebetulan sama-sama membahas tentang perbedaan psikolog dan psikiater. web site orang itu cuma aku jadiin referensi tambahan bagi pembaca blogku yang pengen informasi lebih.

      gitu,tika… 🙂

  2. Terima kasih atas penjelasannya.bukankah kalau tidak tahu harus bertanya,tapi yang masih menjadi pertanyaan saya adalah ,belum ada satu cabang satu pun ilmu yang mempelajari tentang isi hati manusia,gampangnya kita bisa tahu isi hati orang lain,hanya dengan melihat raut wajahnya,terima kasih

  3. Ping balik: Psikolog dan Psikiater itu Berbeda « Buku Kita Semua
  4. Saya kurang setuju dengan istilah anda yang mengatakan
    “Dari segi tugas yang dijalankan. Psikolog menyebut orang yang datang minta bantuannya soal kejiwaan dengan sebutan “klien”. Klien seorang psikolog adalah orang yang sehat jiwanya, atau tidak mengalami gangguan kejiwaan”

    Perlu saya luruskan bahwa secara garis besar, Psikiater menangani yang dinamakan dengan GMO atau Gangguan Mental Organik atau yang bersangkutan dengan kelainan fisiologis tubuh , sedangkan Psikolog bertugas pada GMNO atau Gangguan Mental Non Organik .

    Klien yang datang kepada Psikolog tidak semuanya “JIwanya sehat” seperti yang anda katakan , namun juga bisa datang dengan “Jiwa yang tidak sehat ” , misalnya Kecanduan Minuman keras , atau trauma phobia akibat pemerkosaan .Inipun bisa ditangani oleh Psikolog terutama Psikolog Medis melalui pendekatan Terapi Psikologisnya .Bila yang datang ke Psikolog adalah “orang yang jiwanya sehat “, maka apakah orang yang phobia dengan tempat gelap karena pernah diperkosa di tempat gelap adalah orang yang “sehat jiwanya?”

    Psikiater, karena bergerak pada bidang GMO , maka dia berhak memberikan obat yang berkaitan dengan kelainan tubuh . Psikiater bisa merupakan partner bagi Psikolog, misalnya pada phobia tempat gelap bagi klien yang pernah diperkosa di tempat gelap, maka Psikiater bisa memberikan obat penenang, sedangkan Psikologi bisa masuk melalui terapi Behavior atau Hipnoterapi-nya .

    Demikian komentar saya ,semoga bisa bermanfaat

    Budi Santosa
    Psikolog

    • Anda betul sekali. Sepertinya saya menulis seperti itu karena saya belum menjadi psikolog seperti Anda, sehingga tidak tahu secara persis apa perbedaan psikolog dengan psikiater. Tulisan saya ini juga dimaksudkan untuk calon mahasiswa yang (mungkin) bingung memilih akan masuk jurusan apa; jadi tentu ada keterbatasan. Syukurlah, ada Psikolog seperti Anda yang mau memberi keterangan lebih lengkap dan jelas, untuk itu saya berterimakasih.

    • Bagaimana dgn peluang kerja untuk seorang psikolog ?
      Saya tertarik menjadi psikolog namun saya khawatir karena tidak tau tentang peluang kerjanya .

    • @Budi Santosa : maaf mau tanya.
      – Brarti kalau misalnya sma jurusannya bahasa ngak bisa masuk jadi psikolog y?
      – trus kalau bisa jadi Psi, jenisnya psikolognya apa?

      kalau @Budi Santosa ngak sempet jawab. @Annisa Nur Fadhila Zein juga boleh
      terima kasih

    • Karena lulusan S1 psikologi dan S2 Psikologi Sains adalah ilmuwan psikologi, bukan praktisi psikologi seperti halnya Psikolog yang memang dididik untuk mempraktekan teori2 psikologi pada bimbingan, konseling, konsultasi psikologi, penginterpretasian hasil tes psikologi, juga pemberian terapi psikologi. Maka dari itu, Psikolog yang ingin membuka praktek psikologi, harus memiliki izin membuka praktek seperti halnya dokter atau pengacara yang ingin membuka praktek sebagai bukti kompetensi Psikolog tersebut yang bisa dipertanggung jawabkan.
      Sarjana atau lulusan S1 Psikologi belum dididik untuk mengembangkan kemampuannya dalam berpraktek psikologi, maka dari itu belum punya kompetensi untuk menjadi praktisi psikologi seperti Psikolog. Dengan kata lain, karena belum bergelar Psikolog yang dapat izin praktek, makan seorang lulusan S1 Psikologi belum boleh dan/atau belum kompeten membuka praktek sendiri.

    • Lulusan S1 Psikologi, bila melihat kepada teman-teman saya sesama alumni S1 Psikologi, biasanya akan jadi guru mata pelajaran di sekolah-sekolah. Mengapa bukan guru BP/BK? Sepengetahuan saya, seorang Sarjana atau S1 Psikologi bisa menjadi guru BP/BK kalau sudah punya pengalaman mengajar sebelumnya, atau mengambil pendidikan akta 4 (semacam pendidikan Guru BP/BK).
      Selain menjadi guru pelajaran, teman-teman saya juga banyak yang bekerja di biro psikologi dengan profesi trainer atau scorer (orang yang melakukan skoring dan penghitungan dari tes-tes psikologi).
      Ada juga teman saya yang pernah bekerja di klinik psikologi di sebuah rumah sakit swasta. Dan, saya sendiri pernah bekerja sebagai Guru Pendamping/Pembimbing Anak Berkebutuhan Khusus di sebuah sekolah swasta inklusi (sekolah yang menerima Anak Berkebutuhan Khusus atau ABK, selain anak normal, dan menggabungnya dalam satu kelas yang biasanya 1 orang ABK dalam 1 kelas; maka dari itu diperlukan Guru Pembimbing ABK).
      Kalau Wuri ingin menjadi orang yang bisa menafsirkan hasil tes psikologi (berarti tidak perlu repot-repot menghitung dan menskoring tes psikologi, karena ada scorer yg sudah saya sebut di atas), berarti Wuri harus menjadi Psikolog dulu, karena menafsirkan hasil tes psikologi adalah wewenang dan kompetensi yang dimiliki seorang Psikolog (Psikolog bisa mendapat asisten utk membantunya menskoring tes psikologi).
      Kalo soal pendapatan, menjadi Psikolog sepertinya lebih banyak pendapatannya. Walaupun bekerja sebagai lulusan S1 bukan berarti gak menjajikan karena tergantung dari gaji yang akan didapatkan dari tempat seorang lulusan S1 Psikologi bekerja.
      Begitulah kira-kira prospek kerja lulusan S1 Psikologi, mohon maaf bila ada kekurangan dan mudah-mudahan cukup puas dengan informasi yang saya berikan 🙂

  5. Assalamua’laikum kak Annisa kak aku ini seorang pelajar SMP .. Aku bingung kak , memilih cita citaku antara Psikolog dan Psikiater .. susah nggak sih kak jadi Psikolog/pskiater itu ? Terus belajarnya kita harus (lebih) mendalami IPA ya ? Kuliahnya gimana kak ? Mohon penjelasannya ya , Terimakasihh :))

  6. Maaf Mba… Info tentang psikiater saya kira banyak yang salah pada artikel yang diposting di atas :). Namun saya dapat mengerti mungkin karena keterbatasan pengetahuan mengenai profesi psikiatri. Baiklah saya akan coba bantu meluruskan beberapa hal sehingga dapat memperjelas artikel yang sudah ada.

    Psikiater bukanlah gelar S2 di bidang kedokteran namun merupakan gelar spesialistik kedokteran, sama seperti gelar spesialis lainnya misalnya Spesialis Anak, Spesialis Kebidananan, Spesialis saraf, dan lainnya. Seorang dokter dengan spesialis psikiatri di Indonesia memiliki gelar Spesialis Kedokteran Jiwa (Sp.KJ). Untuk menjadi seorang psikiater/Spesialis Kedokteran Jiwa, seseorang harus sudah menamatkan pendidikan dokter umumnya dahulu (baik Sarjana Kedokteran maupun Profesi Kedokteran Umum) dengan total masa kuliah sekitar 6 tahun (Dahulu) dan 5 tahun (saat ini) plus satu tahun internship di rumah sakit.

    Setelah lulus dokter umum, baru kemudian dapat belajar mengambil spesialistik psikiatri/kedokteran jiwa dengan lama pendidikan umumnya di Indonesia 4 tahun lamanya. Gelar mereka biasanya ditulis dr. Nama, SpKJ. Dan sebelum bisa lulus sebagai seorang dokter Sp.KJ, sebelumnya harus mengikuti ujian nasional psikiatri dan diuji oleh Kolegium Psikiatri Indonesia.

    Selama masa pendidikan sebagai calon dokter spesialis, ia harus menangani berbagai kasus di rumah sakit baik di rawat jalan atau rawat inap serta biasanya menjawab kasus konsultasi dari divisi lainnya, yang sering adalah dari divisi penyakit dalam, saraf, anak, dan kebidanan. Pasien yang ditangani adalah pasien dengan masalah gangguan jiwa ringan (misalnya: cemas, depresi, psikosomatik, gangguan tidur, gangguan penyesuaian dll) hingga berat (misalnya: skizofrenia).

    Calon dokter spesialis kedokteran jiwa mempelajari interaksi antara faktor biologis, psikologis, dan sosial yang menyebabkan timbulnya gangguan/kondisi kejiwaan pada pasien. Selain itu selain belajar mengenai terapi dengan obat, seorang psikiater juga belajar berbagai jenis psikoterapi mulai dari terapi kognitif perilaku (cognitive behavioral therapy), psikoterapi dinamik, psikoterapi suportif, family therapy, dan lain sebagainya. Sehingga dalam memberikan terapi, psikiater akan memberikan dua jenis terapi yaitu terapi dengan obat (farmakologis) dan psikoterapi (non-farmakologis), mengingat bahwa gangguan timbul bukan semata-mata oleh faktor biologis namun juga interaksi dengan faktor psikologis dan sosial. Namun tidak semua kasus perlu diberikan terapi dengan obat, pada beberapa kasus, psikoterapi jangka pendek atau panjang saja sudah cukup untuk membantu permasalahan pasien.

    Dalam prakteknya, kedua profesi psikiater maupun psikolog biasanya bekerja dengan saling melengkapi. Di rumah sakit tempat saya bekerja, saya kadang-kadang mendapat kasus rujukan dari psikolog klinis, dan sebaliknya saya merujuk kasus-kasus yang mana saya rasa lebih tepat bila ditangani oleh rekan psikolog ataupun misalnya saya memerlukan pemeriksaan psikometri seperti tes IQ yang tidak menjadi bagian dari kompetensi saya.

    Saya harap, sekiranya jawaban saya ini dapat lebih memberikan gambaran mengenai profesi psikiater.

    • Terimakasih banyak dr. Fransiska Irma, atas bantuan penjelasan tentang psikiater-nya. Memang waktu saya menerbitkan tulisan di atas, saya bahkan masih dalam proses kelulusan S1 saya. Jadi memang jauh sekali dari kata sempurna.

      Saya baru mengetahui perbedaan gelar S2, dengan gelar spesialistik di bidang kedokteran, ketika menjalani studi S2 saya sendiri di bidang Psikologi Profesi (pendidikan bagi calon Psikolog) sekarang ini. Saya baru saja menjalani Praktek Kerja Psikologi Profesi untuk jurusan minoring Psikologi Klinis Dewasa di sebuah rumah sakit dan mengetahui bahwa titel Psikiater itu SpKJ.

      Dengan demikian, komentar dari dr. Fransiska Irma, SpKJ tersebut sekaligus menjadi ralat atas informasi tetang Pskiater di tulisan saya di atas 🙂

  7. mbaq,, mau naxk nich.. di unud kan sekrng ada jurusn psikolog.a tpi msuk fkultas kedkteran.. trus lulusan.a nnti setara am psikolog atau psikiater??

    • Lapangan pekerjaan, untuk sarjana S1 psikologi bisa Anda lihat di balasan/penjelasan saya untuk Wuri di atas, jika memang itu yang maksud dari pertanyaan Anda 🙂

  8. psikolog didapatkan dari sekolah s2, sedangkan psikiater didapatkan dari murni profesi tanpa ada magister

    • ya, sudah saya ralat di kolom komentar posting ini. di bagian akhir postingan tersebut juga sudah saya sebutkan agar menyimak kolom komentar dari posting ini bukan? nah, silahkan baca komentar dari dr.Fransiska Irma, Sp.Kj dan balasan saya untuk komentar beliau 🙂

Tinggalkan Balasan ke Harirestumu Batalkan balasan